Thursday, December 11, 2008

Sultan Tertarik Kompor Spiritus Temuan Rochmat

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan membantu pengembangan kompor berbahan bakar spiritus yang dibuat Rohmat (33) warga Wonokerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Hal tersebut dikatakan Subandriyo Direktur PT Madu Baru - Madukismo, perusahaan yang memproduksi gula pasir, alkohol dan spiritus seusai mendampingi Rohmat mempresentasikan keberhasilannya membuat kompor spiritus, sekaligus ’memamerkan’ cara penggunaannya di halaman kantor gubernur DIY, Kepatihan Yogyakarta, Kamis.
Rohmat mengatakan kompor spiritus memiliki beberapa kelebihan dibanding kompor minyak tanah. Kelebihan tersebut di antaranya kompor spiritus lebih hemat biaya bahan bakarnya, karena harga spiritus lebih murah dibanding harga minyak tanah non subsidi. Harga spiritus saat ini antara Rp 5.600 sampai Rp 6.000 per liter, sedangkan minyak tanah non subsidi harganya Rp 9.000 sampai Rp9.500 per liter.
"Kompor spiritus tidak berjelaga, dan aman karena tidak mudah meledak," katanya.
Menurut dia, kelebihan lainnya adalah bisa ditambahkan air hingga 30 persen selain menggunakan spiritus sebagai bahan bakar kompor ini.
Ia mengatakan, dirinya mulai merintis membuat kompor dengan bahan bakar spiritus sejak tiga bulan lalu. Biayanya sekitar Rp 95.000 per unit kompor.
"Kami sedang mengurus permohonan untuk memperoleh hak paten atas kompor spiritus yang kami buat ini," katanya.
Kata Rohmat, apabila kompor spiritus sudah diproduksi secara massal, harganya di pasaran kemungkinan sekitar Rp200 ribu per unit.
Ia menyebutkan satu liter spiritus bisa digunakan sebagai bahan bakar kompor ini selama tujuh jam terus-menerus. Sedangkan satu liter minyak tanah bisa digunakan untuk bahan bakar kompor selama 10 jam.
Mengenai komponen yang digunakan untuk membuat kompor spiritus, ia tidak mau menjelaskan dengan alasan rahasia perusahaan.
Kata dia, sudah ada sebuah perusahaan di Jakarta yang mengajak kerjasama untuk pembuatan kompor spiritus secara massal. "Untuk tahap awal rencananya akan diproduksi 10 ribu unit kompor," katanya.
Menurut Subandriyo, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan pemprov akan membantu pengembangan kompor ini sehingga masyarakat bisa menggunakannya untuk keperluan memasak.
Mengutip pernyataan Sultan, penggunaan kompor berbahan bakar spiritus tersebut sebagai alternatif untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat akibat tingginya harga minyak tanah saat ini.
"Kata Sultan apalagi jika dikaitkan dengan konversi minyak tanah ke gas, dimana masyarakat tidak mungkin membeli gas secara eceran, maka dengan adanya kompor spiritus sangat membantu meringankan beban ekonomi masyarakat karena bahan bakar spiritus bisa dibeli secara eceran," katanya.
Ia menyebutkan harga gas satu tabung isi tiga kilogram Rp12.500, dan ini tidak mungkin bisa dibeli secara eceran. "Tetapi kalau menggunakan kompor spiritus, warga masyarakat bisa membeli spiritus secara eceran tergantung uang yang dimiliki," katanya.
Sementara itu, Subandriyo menyatakan pihaknya siap membantu dalam pengadaan spiritus untuk bahan bakar kompor tersebut. Untuk itu, perusahaannya yang berkedudukan di Bantul, DIY ini akan meningkatkan produksi spiritusnya dari 27 ribu liter menjadi 50 ribu liter per hari.
Guna mendukung peningkatan produksi spiritus, pihaknya akan memperluas areal tanaman tebu di DIY. Ia menyebutkan saat ini areal tanaman tebu di seluruh wilayah DIY sekitar 6.000 haktare, dan akan ditambah 2.000 hektare sehingga nantinya menjadi 8.000 hektare. "Areal tambahan tersebut berada di Kabupaten Gunungkidul, Kulonprogo dan Kabupaten Sleman," katanya.

Kompor Berbahan Bakar Air Gantikan Elpiji

Ketergantungan masyarakat terhadap kompor elpiji sangat tinggi. Tak pelak, ketika terjadi kelangkaan pasokan elpiji hal itu menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat. Barangkali hal itu tidak terjadi jika masyarakat telah memakai kompor yang ditemukan Sutarmin Sinuang Rahardjo (48), warga Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah.
Kompor penemuan Sutarmin itu juga tidak akan terpengaruh meski terjadi kelangkaan minyak tanah. Bahkan, sebaliknya, kompor tersebut mampu menurunkan konsumsi minyak tanah.
Aneh memang, kompor “ajaib” yang ditemukan Sutarmin justru bergantung pada air. Kenapa? Karena kompor itu sebagian besar bahan bakarnya memang dari air, meski masih membutuhkan minyak tanah. Tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Itulah kelebihan kompor yang ditemukan Sutarmin. Warga Kalibagor itu memang menemukan kompor yang lain daripada yang lain. Bahkan di kolong dunia ini belum ada kreasi semacam itu, sehingga dia memperoleh hak paten atas penemuannya tersebut.
Bayangkan saja, untuk menyalakan kompor hanya membutuhkan listrik, air, dan minyak tanah dengan jumlah sangat sedikit. Perbandingan antara air dengan minyak tanah adalah 1:10. Jika airnya 5 liter misalnya, kebutuhan minyak tanah hanya 0,5 liter. Sangat irit bukan?
Penemuan itu tidak datang begitu saja. Membutuhkan waktu bertahun-tahun agar bisa menciptakan kompor berbahan bakar air tersebut. Sutarmin memulainya sejak tahun 2003, baru tahun 2006 mulai menemukan hasilnya. Tahun 2007 sekarang, kompor tersebut sudah semakin baik, meski belum sempurna bentuknya. Tetapi secara prinsip, kompor itu betul-betul telah mampu dioperasikan.
Ketika SH berkunjung ke rumahnya, Sutarmin dengan cekatan mampu membuktikannya. Kompor tersebut bentuknya hampir sama dengan kompor elpiji. Bentuknya lebih tebal. Tidak ada tabung seperti halnya tabung elpiji. Hanya ada kabel dari kompor tersebut yang dialirkan pada arus listrik. Selain itu, bahan bakarnya yakni air dan minyak tanah dimasukkan dalam tabung yang bersatu dengan kompor.

Sederhana
Cara kerjanya pun sangat sederhana. Mula-mula, kabel dari kompor dialiri listrik. Aliran listrik itu digunakan untuk memanaskan air yang menjadi bahan bakar tersebut, serta untuk memantik “korek api” elektrik yang ada dalam komponen kompor. Setelah beberapa saat, akan terdengar suara air mendidih. Kemudian, dia menyalakan kompor seperti halnya kompor elpiji. Nyala apinya juga sama persis dengan elpiji, bahkan tidak membuat kehitaman panci atau alat masak lainnya.
Prinsipnya, kata Sutarmin, sebetulnya sangat sederhana. Aliran listrik tersebut masuk dalam pemanas yang kemudian membuat air yang menjadi bahan bakar itu mendidih. Dalam kondisi mendidih, air menghasilkan uap yang bercampur dengan minyak tanah. Bersamaan dengan itu, pematik dihidupkan dan menghasilkan api yang berwarna biru.
“Jika kompor dipakai sejak awal, pemanasannya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit. Setelah kelihatan menganga pada “korek” elektriknya maka saklar dinyalakan dan api langsung menyala. Awalnya, aliran listrik membutuhkan daya sekitar 100 watt. Namun jika telah menyala, kebutuhan listrik hanya tinggal lima watt saja. Kalau kompor akan terus dipakai, sebaiknya aliran listrik jangan diputus. Sebab kalau diputus itu berarti membutuhkan waktu untuk pemanasan lagi,” katanya.
Menurutnya, adanya kompor ini akan sangat membantu masyarakat yang kesulitan membeli gas elpiji atau minyak tanah karena harganya semakin mahal. Penemuan ini, kata Sutarmin, memang tidak bisa disampaikan secara detail kinerjanya, karena menyangkut hak cipta.
“Yang pasti, dengan adanya penemuan kompor ini, setidaknya masyarakat akan tahu bahwa kompor tidak selamanya berbahan bakar minyak atau elpiji atau listrik. Tetapi juga dapat berbahan bakar air,”tandas Sutarmin.